Jumat, 28 Desember 2007

DAUN-DAUN CINTA

Satu titik air mata meloncat keluar dari kelopak mata Ilham. Yang dari tadi sekuat tenaga ditahanya. Nafasnya berkejaran tertahan di tenggorokan dan dadanya bergemuruh kencang. Impiannya terhempas kebumi dan hanya tinggal serpihan-serpihan yang melebur. Jari-jarinya terkepal kuat, gemetar...

Satu tahun di curahkannya seluruh cinta juga kasih sayangnya untuk gadis pujaannya. Satu alasanya kenapa dia masih bertahan di muka bumi ini, hanya untuk sang gadis .
Gadis baik yang selalu mendukung nya. Tempatnya bermanja, menangis dan menumpahkan seluruh derita yang di pikulnya. Gadis yang selalu memberinya senyum ketika tubuhnya penuh dengan debu pasar, gadis yang selalu berkata lembut ketika orang lain berkata kasar padanya, gadis yang selalu menatapnya dengan pandanganya sendu, gadis yang memperhatikannya ketika semua orang tak memperdulikannya.

Di dunia ini hanya gadis itu yang dimilikinya, setelah semua yang di cintainya di rampas dalam kehidupannya, dia masih tetap bertahan. Dengan satu keyakinan bahwa dia akan mendapatkan kembali seluruh cintanya setelah dia menikahi gadis itu. Dikerahkan semua energi jiwa yang tersisa, dia kembali membangun puing-puing kehidupanya. Ilham ingin betul membahagiakan orang yang di cintainya itu…
“abang akan bekerja keras, walaupun hanya sebagai kuli atau apalah… Yang penting halal kan din?
” ujar Ilham kala itu, sambil mengunyah kue basah yang di bawa Dinda dari rumahnya. Dia berkata demikian untuk membesarkan hatinya sendiri. Tiga bulan dia menyandang Sarjana Ekonomi, tapi sampai sekarang dia tak menemukan pekerjaan yang layak sebagai seorang sarjana. Dia bekerja serabutan untuk tetap mempertahankan hidupnya. Dia selalu cemas jika tidak bisa menghidupi Dinda jika mereka menikah nanti. Tapi Dinda selalu menguatkan Ilham bahwa hidup ini tidak akan mungkin selalu sengsara, akan ada titik terang suatu hari nanti.

“iya, yang penting halal bang. Sudah jangan ngomong dulu, habisi kue nya. Trus berangkat kerja” ujar Dinda sambil mengembangkan senyumnya.
“kamu itu masih sempat aja setiap pagi ke tempat abang dan bawakan kue segala. Apa ayah kamu gak curiga? Trus, Kalo kamu telat kerja gimana?”
“masih sepuluh menit lagi bang. Makanya cepat habisi kuenya. Abang tu, entar di marah lagi sama mang Darman karena abang telat trus. Ayo!” sebenarnya Dinda merasa iba melihat Ilham begitu semangat bekerja kasar di pasar. Setiap kali melihat wajah Ilham yang keletihan, hati Dinda merasa pilu luar biasa. Ingin sekali dia meringankan beban kekasihnya, tapi dia takut Ilham tersinggung. Tubuh Ilham mulai mengurus, tulang-tulang yang menyangga tubuhnya mulai menonjol.
“iya…iya….”Ilham mengunya habis kue basah itu. Kemudian dia berdiri dan mengambil topi bututnya yang bertengger di paku yang tertancap di tembok.
“ya sudah…abang duluan perginya ya?” Dinda mengangguk. Gadis hitam manis itu menatap kepergian kekasihnya dengan hati remuk. Dia hanya memberikan harapan semu. Dinding-dinding hati Dinda terkoyak karena bibir nya selalu terkunci setiap kali berhadapan dengan Ilham untuk mengatakan kebenaranya.

Selalu saja hatinya berkata bukan waktu yang tepat. Hatinya teramat sakit setiap kali Ilham berbicara soal pernikahan.
Haruskah berkata jika “dia akan menikah dengan pria lain” hasil dari perjodohan orang tua. Dia hanya diberitau tanggal pernikahan. Ini akan sangat menyakitkan bagi ilham. Dinda tau betul betapa laki-laki itu teramat mencintai dan menyayanginya, dia tak bisa membayangkan jika kejujuranya akan membawa akibat fatal nantinya.

Ilham rela meninggalkan keluarga nya demi Dinda. Keluarga yang membesarkan dan mengadopsinya dari panti asuhan. Keluarga yang telah melakukan banyak hal untuk Ilham. Dan kini Dinda dihadapkan pada masalah yang sama, apakah Dinda sanggup melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan Ilham? Jawabanya adalah…tidak!
Dan Ilham dia meninggalkan keluarganya karena memang semua orang yang di cintainya telah pergi. Adek semata wayang Ilham menutup usia pada umur delapan tahun karena kelainan jantung dan orang tua angkat nya bercerai, ibu Ilham mengalami depresi berat karena kematian anak perempuanya, kini beliau terkurung di rumah sakit jiwa.
Ilham di paksa oleh keluarga ibunya untuk menikah dengan anak adek ibunya. Namun dia menolak dan memilih pergi meninggal kan keluarganya.
Dinda berpikir bahwa Ilham akan bertahan hidup walupun tanpa dirinya…

Kejadian malam itu telah membuat seluruh keberanianya sirna dan karam, ayahnya mengancam akan mengakhiri hidup jika Dinda menolak pernikahan itu. Dan sungguh dia tidak mampu menjadi anak yang durhaka demi seorang laki-laki yang baru di kenalnya selam satu tahun. Kendatipun dia sangat mencintai Ilham.

“apa yang akan kau dapat dari laki-laki pengaguran seperti dia? Ayah hanya ingin memberika yang terbaik buat kamu, makanya ayah ingin menikah kan kamu dengan laki-laki lain, ferry mempunyai segalanya kamu tidak akan kekurangan apaun ”
“ayah, dia tidak pengaguran, dia seorang pekerja keras dinda yakin tidak akan kelaparan bersama dia yah…” kata dinda menyabarkan diri sambil menunduk
“kamu berani membangkan ayah demi laki-laki itu. Sudah! pergi sana! menikah lah dengan nya. Dan besok pagi kamu akan melihat mayat ayah…
pak Ibrham berdiri berlalu meninggalkan Dinda, secepat kilat Dinda menyambar kaki ayahnya dan menangis sejai-jadinya…
“jangan yah…Dinda akan menuruti kata ayah…tapi tolong beri kan kesempatan kepada dinda untuk berbicara pada bang Ilham…”

* * *

Ilham bekerja dia gudang mang Darman sebagai buruh harian. Dia rela melakukan apa aja asal halal demi mengumpulkan uang untuk menikahi Dinda.
“maaf ya…kamu harus mempunyai calon suami yang kere seperti abang?”Ilham pernah berkata begitu di depan Dinda, dan sontan wajah Dinda berubah.

“abang, kok ngmong gitu? Yang penting nantinya kita bahagia, biarlah hidup sederhan bang, asal hati tanang” Ilham terdiam mendengar kata-kata yang keluar begitu lancar dari bibir dinda.
Ilham mengontrak sebuah bedeng yang sempit dan jika hujan dia akan merasa kedinginan karena air meresap dari lantai. Dinding nya pun sudah pecah -pecah serta cat nya telah pudar, mungkin dulu cat nya berwarnah putih dan kini telah berubah menjadi coklat agak ke hijau-hijauan karena ada sudut tembok di tumbuhi lumut. Namun demikian Ilham sudah cukup bahagia karena dia mengontrak bedeng, ini hasil dari cerih payahnya sendiri. Dengan uang dua ratus ribu dia telah mendapatkan tempat untuk bertedu. Setidaknya tidak bergantung pada orang lain. Ilham bukanya tidak berusaha mencari pekerjaan sana sini, hampir setengah uang nya habis untuk memasukan lamaran pekerjaan namun sampai kini dia belum mendapat kan panggilan juga.
“jangan menyerah ya bang…insya Allah abang akan mendapatkan pekerjaan yang layak nantin ya, kata pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang kemudia” begitulah sang gadis menjadi motivasianya untuk tetap bertahan menjalani hidupnya.

Dan Dinda tau betul bahwa Ilham adalah seorang laki-laki yang selalu butuh dukungan dan merindukan kasih sayang. Karena dari kecil Ilham telah merasa di buang dan tak diinginkan. Bukan seperti Dinda yang sejak kecil hidup penuh suka cita karena dia memiliki keluarga yang utuh dan sangat menyayanginya, dari kecil dia sudah di manjakan dengan barang-barang mewah, semua keinginanya di turuti oleh sang ayah. Sangat berbeda dengan Ilham sejak kecilnya sudah terbiasa dengan kehidupan keras dan serba kekurangan

* * *


Soreh itu…
Ilham menelpon Dinda dari wartel dia mengajak bertemu di taman jam empat. Dinda menguatkan diri untuk jujur, karena menurutnya hari ini adalah waktu yang tepat, dia memasukan sebuah undangan dalam tas nya. Di pandanginya sejenak undangan yang berwarna perak itu, seharusnya nama Ilhamlah yang tertera di depan namanya…air matanya mengalir, dengan cepat-cepat di sekanya. Dia hanya ingin menjadi anak yang berbakti pada orang tua….
Dan saat ini Dinda harus menatap langsung wajah yang kini bak di hantam badai duka itu. Akhirnya gadis itu berkata jujur menjelang lima hari pernikahannya. Ilham menahan gemuruh duka dalam batinnya, padahal dia ingin memberi tau kepada Dinda bahwa dia telah diterima menjadi wartawan surat kabar harian terkemuka. Kebahagiaan yang baru tiga puluh menit yang lalu dia rasakan terkikis habis, di remas nya surat panggilan itu hingga remuk.
Tak ada artinya semua yang di lakukanya. Baru tiga puluh menit yang lalu dia merencanakan akan menemui orang tua Dinda, setelah gaji pertamanya dia ingin menikahi gadis pujaannya…Ilham yakin betul bahwa Dinda akan berteriak kegirangan setelah mendengar berita kelulusannya. Namun…Ilham merapatkan giginya menahan sakit dalam sudut-sudut hatinya. Batinnya berbisik Tuhan ya Robby ku… apa lagi yang kau timpahkan kepadaku? Seharusnya aku bahagia Tuhan, dia akan menikah dengan orang baik dari keluarga yang baik pula…yang akan membuat nya hidup berkecukupan, bukan seperti aku yang keluarganya saja tak jelas, mana mungkin seorang ayah akan menikahkan anaknya pada seorang anak buangan. Kenapa aku menangis? di saat orang yang ku cintai akan mendapat kan kebahagiaanya. Dan impian kami…adalah impian terindah, keinginan menikah dan bersatu atas sebuah cinta. Hanya saja cinta kami kurang beruntung…
Senyum terukir di bibir Ilham, begitu sulitnya dia menarik bibir keatas, hingga senyum itu nampak aneh, namun air matanya telah menggenang.
“menikah lah. Tidak apa-apa” kata itu keluar begitu halus dari bibir laki-laki yang berusia 23 tahun itu
“bang, maaf…” Dinda tertunduk dalam, dia tak punya keberanian untuk mendongak memandang wajah Ilham.
“din…tidak perlu meminta maaf. Pulang lah bukan kah limah hari lagi kamu akan menikah…sudah ya?abang pulang dulu. Selamat! Kamu harus berjanji untuk hidup bahagia…dan cintailah suami mu…” Ilham menarik kakinya meninggalkan Dinda yang mematung.
Entah mengapa, Ilham merasa langkahnya begitu hampa dia tak tau harus melangkah ke mana? Dan…bruuukkk…Dinda memeluk tubuh Ilham sambil menangis terisak-isak
“abang…harus berjanji ya… sama Dinda untuk tetap hidup dan bahagia…maaf kan Dinda bang…” Ilham melepas kan jari-jari Dinda yang memeluknya begitu erat.
“Dinda…kamu harus bahagia…” Ilham beranjak menjauh dengan air mata yang mengucur yang tak mampu lagi di tahanya.

* * *
Ilham menyiramkan air di ember ke seluruh tubuhnya yang tergujang-gujang karena tangis, di pukul-pukulnya lantai kamar mandi. Dia meraung-raung menangis di tumpahkanya semua pilu yang begitu menghentak batin.
Tubuh itu begitu ringkih, dia merasa begitu lelah….
Tubuh kurus itu tertidur di lantai dengan menyisahkan air mata yang masih menggenang di kelopak matanya. Kreeeetttt!!! Pintu bedengnya belum tertutup, satu sosok melangkah menghapiri tubuh Ilham, dia meraik sebuah kain panjang lalu menyelimut kanya pada tubuh kurus yang tergeletak begitu saja di lantai yang beralaskan tikar lusu. Berlahan dia mengecup kening Ilham dan meninggalkan sebuah aplop surat serta bungkusan kecil. Kemudian dia berlalu secara diam-diam.
Ilham membuka matanya
“Dinda…” dia meraih amplop surat itu dan membukannya



Untuk kekasih hatiku
Ilham Pratama

Mencintaimu adalah hal yang paling indah. Kau begitu banyak mengajar kan aku arti dari sebuah kehidupan kau mampu menjalani , kegetiran, kepedihan dan penderitaan, kendati rasa putus asa sering menghiasi perjalanan mu, namun kau selalu bisa melewati setiap kesulitan…dengan hati lapang
Bang, Dinda sangat mencintai abang sampai kapanpun. Tapi Tuhan tidak menakdirkan kita bersama, sebesar apapun cinta kita berdua, tapi kita tidak di tabkdirkan bersama. Abang harus tetap bertahan hidup, untuk diri abang dan orang-orang yang abang cintai, walupun mereka sudah tidak ada di sisi abang, tapi setidaknya kami akan merasa bangga jika suatu hari nanti abang menjadi manusia yang bermanfaat, jangan pernah menyesali hidup dan jangan pernah merasa sial bang, karena abang ada di dunia ini tentu ada manfaatnya. Abang adalah karang yang kokoh walupun setiap detik di hantam oleh ombak tapi abang tetap berdiri tegak menantang derasnya laut.
Bang…lima hari lagi Dinda akan menjadi milik orang lain. Dinda bukan ingin menghianati cinta kita, tapi Dinda hanya ingin berbakti kepada orang tua, karena Dinda ada karena hasil dari cinta mereka, alangkah naïf nya bang, jika cinta mereka, Dinda balas dengan ke durhakaan lantara membunuh sang ayah yang akan bunuh diri jika anaknya tidak memenuhi kehendak ayah nya
Abang…harus mewujudkan semua impian abang…Dinda masih ingat bang semua impian abang, abang ingin menjadi penulis yang hebat kan? Serta mendirikan sebuah sekolah dan membangun panti asuhan untuk anak-anak yang yang terbuang dan kurang beruntung…wujud kan bang…buat orang yang pernah mencemoohkan abang menundukan kepala di depan abang, buat orang yang menghina abang memuji abang…. Dinda yakin abang adalah laki-laki tangguh
Walupun Dinda tidak ada di sisi abang untuk mewujudkan semua keinginan abang,
Simpan cicin Dinda ini bang, bawalah dia kemana saja abang pergi, anggap saja Dinda selalu menemani setiap perjalanan abang…
Abang harus tetap hidup untuk mewujudkan semua mimpi-mimpi abang…
Dan Dinda mohon dengan sangat bang, tinggalkan kota ini. Karena dengan berada di tempat ini abang akan semakin terpuruk. Pergi ke tempat di mana tak ada satupun orang lain tau tentang abang…
Dina selalu mencintai abang….
Wasalam
Dinda


Satu halaman kertas itu telah basah oleh air mata Ilham.
Dia mengambil sebuah kotak kecil yang tegeletak di lantai, cicin emas putih milik Dinda. Ilham mengambil sebuah tali dan dan memasukan nya dalam cicin itu, dan kemudia di kalungkan di lehernya. Dengan air mata yang mangalir Ilham memasukan seluruh pakainya ke dalam koper. Setelah selsai dia meraih sebuah celengan ayam dan praaaakkkkkk!!! puluhan ribu uang berhampuran dari pecahan celengan itu. Dengan tangan yang gemetar dia memunguti uang yang telah berserkan di lantai. Dia menabung siang dan malam untuk biayaya pernikahnya dengan Dinda, namun Ilham tidak menyangka jika uang ini akan di pakainya pergi dari kota ini…kota yang merajut mimpinya bersama seorang gadis yang di cintainya

Tepat jam 12 malam Ilham meninggalkan sebuah kota yang mengukir seluruh kenangan hidupnya, dengan memasuki truk dia telah jauh maninggalkan kota itu yang telihat hanya kerlip-kerlip lampu kota…..selamat tinggal cinta

Mungkin Allah menegur dirinya yang menempatkan cinta manusia di atas segalanya. Ya… Allah maha pencemburu, ketika dia berasumsi bahwa cinta manusa adalah cinta teratas…seharusnya cinta tertinggi hanya untuk Allah, Tuhan yang berhak untuk di cintai sepenuh jiwa dan raga. Kenapa dia tidak mencoba untuk bersikap wajar? Dan jika dari dulu dia hanya mencintai sekedar nya tidak akan ada rasa sakit yang begitu dalam seperti ini? Kenapa dia harus bertemu dengan Dinda jika pada akhirnya terpisah jua? Pertanyaan –pertanyaan itu bermunculan di benaknya…
Dengan bermodalkan keberanian dan tekad…dia ingin menaklukan semua rasa takut nya dan mengubah takdir hidupnya…mendung mengiringi kepergian Ilham untuk mewujudkan semua impianya…dia ingin mengalahkan sang malam yang begitu di takutinya…

* * *
Enam tahun kemudian

Seorang laki-laki yang berumur umur 28 tahun duduk di hadapan ribuan manusia, rambut hitam legamnya tersisir rapi sebuah kaca mata minus bertengger di matanya. Wajahnya berbinar-binar, dia memakain kemeja coklat serta dasi bermotif garis-garis dan celana dasar biru dongker. Akhirnya dia kembali ke Indonesia setelah lima tahun di negri orang. Ini adalah launching buku keduanya. Setelah buku pertamanya laris dan di terbiktkan di berbagai Negara

Dengan lancar dia memprsentasikan novel keduanya di hadapan ribuan orang yang begitui antusias mendengrkannya. Laki-laki adalah Ilham Pratama, dia mendapatkan beasiswa kuliah S2 di Jepang dan dia adalah tamatan tebaik kedua University Obehiro. Dan kini dia dia menjadi staf pengajar di universitas Obehiru. Dan dia sengaja datang ke Indonesia me-launching novel keduanya. Dia ingin mengobati rasa rindunya di negri di mana pertama kali dia membuka mata.
“ok…itu saja, silakan yang ingin bertanya saya beri waktu, dengan senang hati saya akan menjawab pertanyaan anda…”suara bariton Ilham menggelgar di seluruh ruangan.
“pak boleh aya bertanyaaaaaa….?”seorang anak muda yang kira-kira berumur 16 tahun maju ke depan tanpa malu-malu
“silakan…walupun tanpa di tunjuk oleh moderator yaaa…silakan!” ujar ilham di ikuti dengan gelak tawa forum
“pak, saya adalah penggemar anda, saya sangat salut tentang perjuangan hidup anda, saya membaca semua profil anda di internet. Dan terus terang saya kagum terhadap anda pak. Tapi saat saya membaca novel anda yang kedua…saya selalu bertanya? Apakah ini adalah kehidupan nyata anda? Yang anda angkat menjadi sebuah novel? Saya hanya ingin tau saja pak…dan tentang wanita di dalam novel anda itu…apakah pemuda yang menjadi tokoh utama di dalam novel anda itu begitu mencintai gadis tersebut hingga akhirnya anda menutup diri untuk wanita lain?…apa begitu berharganya pak? Cuma itu pertanyaan saya terimakasih pak…” Ilham tertegun demi mendengar pertanyaan anak mudah itu, lidah nya keluh, di pegangya cicin yang melingkar di lehernya…
“novel kedua saya…adalah cerita seorang pemuda… dia memang pernah ada…dan wanita itu berharga baginya…”Ilham begitu singat menjawab…dan kerinduanya kembali menyeruak memenuhi seluruh jiwanya, dia genggam nya cicin yang melingkar di lehernya….ternyata sudah enam tahun waktu berlalu…ilham menghela nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkanya begitu panjang, dia mencoba kembali menguasi emosinya…
“baik! masih di buka untuk satu penanya lagi…?” suara moderator menggema di seluruh ruangan…
“sayaaaa….”seorang wanita melangkah menuju tempat mic.
“silakan ..”ujar moderator….
“pak Ilham, saya sangat bangga pada anda…apakah saya boleh memberi saran pada anda tentang novel anda berikutnya? Apa anda mau membuat novel ke tiga lanjutan dari novel kedua. Yang inti dari ceritanya adalah…jika gadis yang dicintai pemuda itu ternyata masih menunggu…sampai sekarang, di hari pernikahnya, dia memilih jujur pada calon suaminya, dan akhirnya pernikahan itu tidak di langsungkan.

Dan sekarang gadis itu sedang meneruskan impian orang yang di cintainya, dia berada di daerah Jakarta Timur Kebun Rambutan, dia mebangun sebuah panti asuhan di sana…Cuma itu pak terimakasih, semoga masukan saya ini beguna buat anda” Ilham hanya terdiam dia tidak langsung menjawab pertanyaan wanita itu. Ilham mencerna setiap kata wanita itu…seolah wanita tersebut ingin menyampaikan sesuatu…
“usul anda saya terima…dan saya mohon setelah ini temua saya” riuhhh tepuk tangan brgemuruh memenuhi ruangan

* * *
Ilham berdiri kaku depan pagar sebuah panti asuhan. Matanya tak berkedip menatap seorang wanita yang sedang menggendong anak yang kira-kira berusia 5 tahun yang menangis meraung-raung…
“aduh Idrus…jangan begini nak! Cup…cup…cup…nanti kita beli mainan yang baru…ya jangan nangis lagi…” anak yang di panggil Idrus itu menarik-narik jilbab yang di kenakan wanita itu, sambil beristigfar dia menenangkan anak angkatnya. Tanpa dia sadari ada seorang laki-laki yang dari tadi berdiri tegak. Dan karena merasa ada dua pasang mata yang dari tadi memperhatikanya dia gak terganggu…lalu dia menuju kearah pagar, namun…demi melihat siapa yang kini berdiri di luar pagar…Dinda menutup mulutnya dengan kedua telapak tanganya, sungai kecil mengalir di kedua pipinya…

enam tahun…wajah itu sirna dari hadapannya dan kini dia sedang berdiri tepat di hadapannya…Dinda tak kuasa menahan gejolak batinnya, lalu dengan cepat dia berlari meninggalkan laki-laki itu masuk ke dalam panti. Enam tahun dia berusaha mengusir ke galauan dalam hatinya… karena dia tak mampu membunuh rasa cinta pada laki-laki itu…sampai sekarang dia menangguhkan pernikahannya kepada setiap laki-laki yang melamarnya setelah ke gagalan pernikahannya. Dan dia memilih menggadis, demi satu orang…yang kini telah ia lihat wajahnya…rindunya semakin mengalir deras mengikuti aliran darahnya yang semakin berdesir cepat…wajah yang begitu dirindukanya…tubuh yang tak mampu dia peluk lagi…laki-laki itu bukan muhrimnya. Kenapa dia merasa seluruh tubuhnya gemetar. Allah maaf kan hambamu…sesungguhnya cinta ini adalah milik Mu seutuhnya, setelah bertahun-tahun hamba mentarbiya menjadi seorang hamba yang menempatkan cinta Robb nya di atas segalanya…bibir yang selalu menyenandungkan setiap ba`it surat cinta Mu…lidah yang selalu menyebut asmaMu…Ya Allah Tuhan yang menguasai hati manusia, kendalihan hati hamba…Ya Allah dia hanya segelitir mahlukMu yang tak lah sempurna…

Air mata trus mengalir, bibir Dinda trus saja menyenandungkan doa…
Sedangkan di luar Ilham maih berdiri kaku…
“pak…mari masuk!” seorang gadis mengenakan jilbab bermotif kembang-kembang membukakan pintu pagar untuk Ilham. Namanya Mariam dia adalah adek angkat Dinda, ia sengaja datang ke launching buku Ilham, hanya berniat mempersatukan dua hati di jalan yang di ridhoi Allah. Setelah acara di gedung budaya tersebut, Mariam menemui Ilham dan menceritakan semua tentang Dinda
“mari pak, masuk dulu…”
“terimaksih Mariam…tolong katakana pada Dinda…bahwa saya akan datang ba`da Magrib malam nanti untuk melamarnya…” setelah mengatakan itu Ilham beranjak meninggalkan panti asuhan…dan melaju kencang di atas kendaraanya…

* * *
TAMAT

Jumat, 16 November 2007

selamat datang gelap....
kau kembali merajam
menukik jiwaku

merantai seluruh
saluran nafas ku
menggantung sisa desah asa ku

mengikis kembali keberanianku
aku akan meringkuk dibingkai deritaku

cepat lah kau berlalu...

aku hanya ingin berlama-lama dengan sang sinar surya